quattuor
Selamat hari kamis!
No comment 😂
Btw maaf kalo gambarnya gelap..
Pict cr : GMMTV
Happy reading!
.
.
.
.
.
Sejak perbincangan dengan Thorn di hari itu, Halilintar semakin dibuat penasaran dengan anak itu.
Di sela-sela waktunya, Halilintar sering mencuri kesempatan untuk berbicara dan berpapasan dengan Thorn.
Tak hanya itu, ia juga mulai sering menghampiri Thorn di kelasnya walaupun kebanyakan waktu Gempa akan mengusirnya karena dianggap menganggu.
Taufan, selaku sahabat Halilintar pun hanya diam seribu bahasa saat sahabatnya itu mulai berusaha mendekati Thorn. Ia memilih untuk tak dekat-dekat, dan hanya diam di kelas saat Halilintar mendatangi kelas sebelah.
Seperti hari ini.
Halilintar mendatangi kelas sebelah begitu bel istirahat berdering. Namun sayangnya, Thorn tidak nampak dimanapun. Rupanya Gempa telah mengajaknya keluar entah kemana, dan Halilintar akhirnya tidak jadi menemui anak itu.
Sialnya, di perjalannya kembali ke kelas. Ia malah bertemu dengan seorang guru yang dengan seenaknya menyuruhnya mengantarkan dokumen ke ruang lukis.
Selaku murid, tentunya Halilintar tak dapat menolak. Ia memasang senyum saat menerima dokumen itu, namun kenyataannya ia berwajah masam sepanjang perjalanannya menuju ruang lukis.
Sesampainya di ruang lukis, Halilintar bertemu dengan Pak Will dan langsung menyerahkan dokumen itu. Saat itu, tidak ada siapa siapa disana kecuali Pak Will yang tengah melihat lihat lukisan di tangannya, sehingga Halilintar tidak langsung keluar dan memilih untuk melihat lihat beberapa lukisan yang terpajang disana.
Salah satu lukisan menarik perhatiannya. Ia tertegun begitu lama di depan lukisan itu, mengagumi setiap lekuk dan keindahannya. Dirinya seakan ikut terbawa dalam suasana yang terggambar di lukisan itu.
The starry Night oleh Vincent Van Gogh.
Ia bukanlah orang yang memiliki minat pada bidang seni, namun siapa yang tidak tau lukisan satu ini? Salah satu lukisan karya Van Gogh yang paling terkenal di seluruh dunia dan memiliki makna pilu nan sedih dibaliknya.
"kau suka lukisan itu?"
Halilintar menengok saat mendengar suara pak Will. Ia tersenyum simpul kemudian mengangguk, lalu perhatiannya kembali tertuju pada lukisan didepannya.
"kau tau siapa yang membuat replika sempurna itu?"
Halilintar menggeleng.
"anak baru, Thorn Rolland.."
"whoa.." hanya itu yang keluar dari mulut Halilintar saat mengetahui bahwa ini merupakan hasil karya orang yang ia kenal. Rasa kagum dan heran bercampur jadi satu dalam benaknya.
"anak itu lebih berbakat dari kelihatannya.." pak Will bangkit dari duduknya dan berdiri di samping Halilintar, turut mengamati lukisan itu.
"aku sempat menanyakan pada guru-guru lain mengenai anak itu. Dan jawaban mereka sama... anak itu sempurna di semua mata pelajaran. Bahasa, seni, menghitung, olahraga.."
"Ia belum lama di sini, namun para guru sudah mendaftarkannya untuk berbagai lomba akademik melawan sekolah-sekolah lain. Semua guru bilang bahwa Ia adalah seorang jenius..namun sifatnya aneh"
Ah.. mendengar kata 'aneh' membuat Halilintar kembali kepikiran tentang apa yang terjadi sebelum ini.
'....sampe guru-guru pun takut sama dia karena sifatnya yang suka berubah ubah..'
Ucapan Taufan hari itu tiba-tiba terngiang dipikirannya.
"pak" panggil Halilintar, menengok pada guru itu.
"apa menurut bapak.. ada sesuatu yang janggal dari Thorn?"
Guru itu pun menengok dan bertemu pandang dengan Halilintar.
"janggal seperti apa yang kamu maksudkan?"
"seperti.." Halilintar mengulum bibirnya "seperti yang bapak bilang.. ia jenius, tapi aneh.. dan entah kenapa aku merasa.. Thorn nggak sendirian.."
Ucapan Halilintar itu membuat suasana hening seketika. Tidak ada yang berbicara hingga beberapa menit kedepan dan Halilintar sadar bahwa ia telah membicarakan hal yang sensitif.
"t-tapi itu hanya pikiranku.. tidak mungkin kalau--"
"sebenarnya.." guru itu memotong perkataan Halilintar "aku sudah tau sejak hari pertama.." ujarnya.
"ia sering mengeluh padaku kalau ia stress, banyak masalah yang dihadapi sebagai murid baru. Aku juga tidak tau apa yang ingin ia kejar dengan menjadi sempurna di mata orang-orang.."
"aku sangat mencemaskannya. Karena itu aku memintanya untuk menggambar pohon . Orang bilang, pohon itu adalah cermin diri"
"tapi Thorn mengumpulkan gambar itu sebanyak empat kali, padahal aku hanya meminta satu. Ia sendiri tidak ingat kalau ia sudah pernah mengumpulkan gambar itu, karena itu aku menarik kesimpulan bahwa tiap gambar mewakili masing-masing kepribadiannya.. alter-ego nya"
Pak Will menyerahkan kertas-kertas yang sedari tadi dipegangnya pada Halilintar. Rupanya kertas-kertas itu adalah lukisan pohon yang dibuat Thorn.
Dengan serius, Halilintar mengamati satu demi satu lukisan itu.
Sementara itu, di ruang kelas. Thorn tengah berdiri di depan papan tulis untuk menjawab soal sulit yang diberikan guru matematika.
Pertanyaannya cukup sulit, yaitu para murid ditantang untuk mendapatkan hasil 740 dengan menggunakan angka-angka dan persamaan yang diberikan.
"Kepribadian yang paling menonjol darinya adalah sisi kepemimpinannya. Sebagai pemimpin, ia selalu ingin mengejar kesempurnaan dan membuktikan bahwa dirinya mampu menjadi lebih baik dari orang lain. Kurasa, ini adalah kepribadian asli yang dimilikinya"
Di dalam kelas, Thorn akhirnya berhasil menjawab soal tantangan itu. Ia menjabarkan angka dan persamaan hingga mendapatkan hasil yang sangat mendekati yaitu 739. Tapi karena belum puas, sang guru pun mempersilahkan murid lain untuk memberi jawaban lain yang lebih mendekati.
Tidak ada yang menjawab selama beberapa saat, dan akhirnya sang guru menganggap jawaban Thorn sebagai yang terdekat.
Namun, sebelum guru itu mempersilahkan Thorn kembali, seorang murid tiba-tiba mengangkat tangannya dan menjawab.
Ia menjawab dengan angka-angka dan persamaan itu dan berhasil mendapatkan jawaban 740. Seluruh murid disana bertepuk tangan, guru pun memujinya. Sementara Thorn yang masih disana, ia tampak tidak senang.
"Kamu hebat. Kenapa kamu tidak maju lebih awal?"
"Thorn lebih pintar dariku, jadi biar dia saja" murid itu menjawab sambil melihat kearah Thorn.
"Kepribadian Thorn yang lain, terbentuk saat ia berusaha menguasai sesuatu yang sebenarnya bukan kemampuannya, sehingga dia menciptakan alter ego didalam dirinya sendiri untuk melakukan itu.."
"Alter ego yang pertama, itu paranoia. Ia selalu merasa cemas, tidak pernah merasa aman, dan dia selalu berpikir ada yang ingin melukai dan merampas kedudukannya"
Thorn mulai gelisah. Kedua tangannya terkepal kuat dan tubuhnya gemetaran menahan marah. Ia berjalan mendekati murid itu.
"Apa sebenarnya maumu?? Kenapa kau melakukan ini??" Thorn bertanya dengan suara gemetaran.
"Thorn.. Tenang du--"
"Diam!"
Thorn berteriak memotong perkataan sang guru. Suasana di kelas itu mulai menegang. Seluruh murid tidak ada yang berani bertindak, dan guru itu bergegas keluar untuk memanggil bantuan setelah merasakan adanya bahaya.
"Kau pikir kau hebat dengan melakukan itu?? Kau pikir kau lebih hebat dariku??"
Murid itu menyeringai tipis, ia lalu menjawab santai.
"Aku nggak pernah bilang begitu"
Kedua netra Thorn menyipit tak suka, ia lalu menunjuk murid itu tepat didepan wajahnya.
"Disini, aku yang terpintar. Aku yang bisa segalanya! Kau pikir, kau bisa melakukan apa??"
"Alter ego yang kedua , itu mencerminkan rasa sombong dari kejeniusannya. Ia sangat yakin bahwa dirinya lebih unggul daripada orang lain, sehingga ia cenderung memandang rendah siapapun yang berani menyaingi kejeniusannya"
Mendengar ucapan Thorn itu semakin membuat murid itu tertawa lebar. Ia sama sekali tidak merasa takut melihat Thorn yang seakan siap meledak saat itu juga.
"Aku tidak peduli soal itu. Kenyataannya aku tidak sepertimu. Kepintaranku terlalu mahal untuk dijual murah seperti milikmu" balasnya.
Mendengar itu, Thorn mendengus. Raut wajahnya mulai berubah dan ia tersenyum tipis.
"Alter ego terakhir yang tersembunyi dalam dirinya didorong oleh rasa marah terhadap sesamanya. Ia tidak segan berlaku kasar, berani mengambil resiko yang berbahaya, dan tidak bisa mengontrol emosinya sendiri.."
Thorn mendekati meja murid itu lalu duduk di atasnya. Ia terlihat lebih tenang sekarang. Kemudian tersenyum pada murid itu.
"Jadi kau mau bilang kalau kau lebih pintar dariku?"
Murid itu tak menjawab, hanya menatap tajam Thorn yang masih tak bergeming.
Detik selanjutnya, Thorn tiba-tiba menendang murid itu dengan keras hingga murid itu terjatuh dari kursinya.
Sebelum Thorn sempat memukuli murid itu, tiga orang guru masuk kedalam kelas dan langsung memegangi lengan Thorn yang memberontak hebat.
Murid lainnya bergegas menolong murid itu, sedangkan para guru menyeret paksa Thorn keluar kelas.
Thorn berteriak begitu ia keluar dari kelas itu, merasakan sakit kepala yang luar biasa. Ia tak ingat apa apa lagi setelahnya karena ia kehilangan kesadarannya setelah sekian detik merasakan sakit.
***
Halilintar mengunjungi Thorn yang terbaring di ruang UKS.
Ia memperhatikan sosok Thorn yang tertidur dari luar. Pak will berdiri di sebelahnya.
"apa ada yang bisa kulakukan untuk menolongnya?" tanya Halilintar khawatir.
"untuk saat ini.. ia hanya butuh seseorang disampingnya. Saya dengar selama ini hanya sepupunya yang menemaninya.. itu tidak cukup. Ia butuh seseorang untuk memahaminya, dengan itu ia akan bisa memahami dirinya sendiri"
Pak will menepuk sebelah pundak Halilintar sebelum pergi meninggalkannya.
Halilintar terdiam sejenak disana, ia kembali menatap gambar-gambar Thorn yang masih dipegangnya lalu ia berbalik melihat ke dalam UKS.
Alangkah terkejutnya ia saat Thorn sudah tidak ada di sana. Ia bertambah panik mengetahui jendela UKS yang terbuka dan kemungkinan Thorn kabur dari sana. Halilintar pun segera pergi dari sana untuk mencari keberadaan Thorn.
***
Di roof top, Thorn terduduk diam menghadap kota dengan pandangan kosong. Tiga sosok yang menggambarkan seluruh Alter-ego nya pun muncul dan berdiri dibelakangnya.
Pikiran Thorn sangat gelap dan kosong , ia bahkan tak mengidahkan tiga alter egonya yang saling bertengkar satu sama lain. Masing-masing saling menyalahkan.
's-siapa yang duluan menghajar dia?'
'sial! kau mau aku diam saja melihatnya merendahkan kita?'
'itu akan membuat kita kelihatan bodoh'
'k-kau yang bodoh! selalu melakukan kekerasan!'
'aku tak butuh nasihat dari pengecut!'
'Dasar gila!'
'Aku tidak gila! Aku yang terpintar diantara kalian!'
"Diam kalian!" Thorn yang sudah kehabisan kesabarannya pun menghardik tiga sosok itu.
'kau yang diam! ini semua salahmu! kau terlalu menjaga image anak baik-mu itu!'
Vincent membalas Thorn dengan tak kalah sengit.
"oh ya?? kau lupa siapa yang menciptakan kalian?? kalian adalah aku! kalian harusnya menuruti aku! bukannya seenaknya keluar dan merusak nama baikku!"
'menurutimu?? kenapa kami harus menurutimu??' Kali ini Aiden, si jenius yang sombong angkat bicara.
'apa yang bisa didapatkan orang baik, huh? kau hanya menyiksa dirimu dan kami dengan keegoisanmu!'
'kau menciptakan kami karena kau lemah! kau tidak bisa apa apa tanpa kami'
"aku tidak lemah, sialan! aku lebih kuat dari kalian semua!" tungkas Thorn dengan wajah merah padam
'dasar lemah! pengecut!'
'kau bodoh! kau bukan apa apa tanpa kami'
"hentikan!! pergi kalian!!" Thorn menghardik mereka sekali lagi.
'orang aneh'
'pecundang! manusia lemah'
"PERGI!!!" Thorn berteriak sekeras mungkin dari ujung paru-parunya. Ia meremas kuat kepalanya yang mulai merasakan sakit yang luar biasa dan tepat di saat itu, sepasang tangan memeluknya dari belakang.
Thorn memberontak sekuat tenaga, berusaha melepaskan lengan yang memeluknya begitu kuat. Saking kerasnya cengkraman Thorn, lengan Halilintar yang memeluknya hampir mati rasa dibuatnya. Entah darimana ia mendapatkan kekuatan sebesar itu. Kegelapan telah menguasai kepalanya.
Halilintar berteriak memanggil nama Thorn, terus berusaha menenangkannya. Kini ia benar benar yakin bahwa ada orang lain di dalam diri anak itu, orang lain yang berusaha mengontrol dan menguasai tubuhnya.
"PERGI!!! kubilang pergi!! pergi dari kepalaku!! pergi!! pergi!!"
Thorn berteriak frustasi, meneriakan kata-kata itu berulang ulang hingga suara-suara di kepalanya perlahan menghening dan alter ego yang menghantui kepalanya pun menghilang.
Halilintar terisak mendengar tangisan pilu Thorn. Ia mengeratkan pelukannya pada anak itu, seakan dapat merasakan penderitaan dan kesedihan yang selama ini ditanggungnya seorang diri.
Isakannya berhenti begitu merasakan sepasang tangan menyentuh lengannya dan dengan lembut melepaskan pelukannya. Thorn perlahan berbalik, matanya yang kini telah kembali normal langsung dialiri air mata saat bertemu dengan Halilintar.
Melihat Thorn yang sudah normal kembali, Halilintar langsung memeluknya erat tanpa mengatakan apa pun. Membiarkan suasana sunyi dan hanya dihiasi oleh tangisan lirih Thorn.
To be continued.
Apesii 🤣
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro